Halo guys ini ni materi tentang masalah usaha mikro semoga pikiran
kita terbuka untuk terus inovatif serta kreatif dalam membuka membagun sebuah
usaha...... semoga bermamfaat
PENGUATAN INTERNAL EKSTERNAL USAHA MIKRO
Menurut
UU RI NO 20 Tahun 2008 tentang UMKM Bab IV Pasal 6
Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai
berikut:
memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00
(limapuluhjutarupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;atau
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;atau
b.memiliki hasil penjualan tahunan
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Kriteria
Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih
dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan
tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Kriteria
Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
Memiliki
kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Kembali lagi ketopik awal yaitu bagaimana proses penguatan internal
dan eksternal usaha mikro
Pengembangan
UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun
masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi
lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi
tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam
memberdayakan UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling
menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusianya.
Sebelum
melakukan penguatan kita harus mengetahui kelemahan-kelemahan UMKM tersebut.
Adapun kelemahan atau penyebab kegagalan UMKM jika dilihat dari segi faktor
internal ialah :
1. Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan;
Permodalan
merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha.
Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah
merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang
mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan
modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena
persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat
dipenuhi.
Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar
bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UMKM
memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
Terkait dengan hal ini, UMKM juga menjumpai kesulitan dalam hal akses terhadap sumber pembiayaan. Selama ini yang cukup familiar dengan mereka adalah mekanisme pembiayaan yang disediakan oleh bank dimana disyaratkan adanya agunan. Terhadap akses pembiayaan lainnya seperti investasi, sebagian besar dari mereka belum memiliki akses untuk itu. Dari sisi investasi sendiri, masih terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila memang gerbang investasi hendak dibuka untuk UMKM, antara lain kebijakan, jangka waktu, pajak, peraturan, perlakuan, hak atas tanah, infrastruktur, dan iklim usaha.
Terkait dengan hal ini, UMKM juga menjumpai kesulitan dalam hal akses terhadap sumber pembiayaan. Selama ini yang cukup familiar dengan mereka adalah mekanisme pembiayaan yang disediakan oleh bank dimana disyaratkan adanya agunan. Terhadap akses pembiayaan lainnya seperti investasi, sebagian besar dari mereka belum memiliki akses untuk itu. Dari sisi investasi sendiri, masih terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila memang gerbang investasi hendak dibuka untuk UMKM, antara lain kebijakan, jangka waktu, pajak, peraturan, perlakuan, hak atas tanah, infrastruktur, dan iklim usaha.
2. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Sebagian besar
usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun
temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal
maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen
pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan
optimal. Disamping itu dengan keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha
tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk
meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.
3. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang
pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang
sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk
yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang
kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah
solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan
promosi yang baik.
2. Mentalitas Pengusaha UKM
2. Mentalitas Pengusaha UKM
Hal penting yang
seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat
entrepreneurship para pengusaha UKM itu sendiri.[17] Semangat yang dimaksud
disini, antara lain kesediaan terus berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau
berkorban serta semangat ingin mengambil risiko.[18] Suasana pedesaan yang
menjadi latar belakang dari UKM seringkali memiliki andil juga dalam membentuk
kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja UKM di daerah berjalan dengan santai dan
kurang aktif sehingga seringkali menjadi penyebab hilangnya
kesempatan-kesempatan yang ada.
3. Kurangnya Transparansi
Kurangnya
transparansi antara generasi awal pembangun UKM tersebut terhadap generasi
selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang disembunyikan dan tidak
diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga
hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus dalam mengembangkan
usahanya.
Sedangkan dari
segi faktor eksternal ialah:
1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Upaya
pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun ke tahun selalu
dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal kontribusinya terhadap
penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan tenaga kerja, ekspor dan
perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan investasi usaha kecil dan
menengah melalui pembentukan modal tetap brutto (investasi). Keseluruhan
indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan acuan dalam penyusunan
kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan
kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya.
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti UKM tetapi lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar.
2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis.
3. Pungutan Liar
Praktek pungutan
tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala
juga bagi UKM karena menambah pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini tidak
hanya terjadi sekali namun dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap
minggu atau setiap bulan.
4. Implikasi Otonomi Daerah
4. Implikasi Otonomi Daerah
Dengan
berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang
kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai
otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini
akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa
pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera
dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan
yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha
luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
5. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana
diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020
berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam
perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan
proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk
yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu
kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia
(HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair
oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu,
UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan
komparatif maupun keunggulan kompetitif.
6. Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
Sebagian besar
produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk
dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain,
produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.
7. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya
akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan
secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.
8. Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses
pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi.
Minimnya informasi yang diketahui oleh UKM, sedikit banyak memberikan pengaruh
terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari unit usaha UKM dengan produk
lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah tidak mampunya produk dan
jasa sebagai hasil dari UKM untuk menembus pasar ekspor. Namun, di sisi lain,
terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial untuk bertarung di pasar
internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar
tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar domestik.
Dengan demikan
banyak permasalahan yang dihadapi UMKM ini makan ada beberapa solusi yang di
tawarkan oleh pemerintah;
Sesungguhnya
pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan untuk pemberdayaan UKM, terutama
lewat kredit bersubsidi dan bantuan teknis. Kredit program untuk pengembangan
UKM bahkan dilakukan sejak 1974. Kredit program pertama UKM, Kredit Investasi
Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), yang menyediakan kredit
investasi dan modal kerja permanen, dengan masa pelunasan hingga 10 tahun, dan
suku bunga bersubsidi.[21]
Setelah deregulasi perbankan pada 1988, kredit UKM dengan bunga bersubsidi secara berangsur dihentikan, diganti dengan kredit bank komersial. Selain itu, donor internasional juga menyusun kredit program investasi bagi UKM dalam mata uang rupiah. Antara 1990 dan 2000, Bank Indonesia mendanai berbagai kredit program dengan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), yang dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Sangat Sederhana (KPRS/SS), dan Kredit Usaha Kecil dan Mikro yang disalurkan melalui koperasi dan bank perkreditan rakyat.[22] Selain itu, NPWP sebagai prasyarat pengajuan kredit di Perbankan juga telah dihapuskan, dimana hal ini memberikan peluang dan kesempatan yang lebih besar bagi kita untuk mengakses modal dari sisi perbankan.
Setelah deregulasi perbankan pada 1988, kredit UKM dengan bunga bersubsidi secara berangsur dihentikan, diganti dengan kredit bank komersial. Selain itu, donor internasional juga menyusun kredit program investasi bagi UKM dalam mata uang rupiah. Antara 1990 dan 2000, Bank Indonesia mendanai berbagai kredit program dengan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), yang dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Sangat Sederhana (KPRS/SS), dan Kredit Usaha Kecil dan Mikro yang disalurkan melalui koperasi dan bank perkreditan rakyat.[22] Selain itu, NPWP sebagai prasyarat pengajuan kredit di Perbankan juga telah dihapuskan, dimana hal ini memberikan peluang dan kesempatan yang lebih besar bagi kita untuk mengakses modal dari sisi perbankan.
Selain peran dari Pemerintah, dunia akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga penelitian, juga telah melakukan beberapa kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan UKM. Salah satu diantaranya adalah program GTZ-RED yang diadakan atas dukungan GOPA/Swisscontact yang telah berjalan sejak tahun 2003. Program ini bergerak langsung ke daerah-daerah dengan menggunakan metode enabling environment dengan fokus pada Business Climate Survey (BCS) dan Regulatory Impact Assessment (RIA) yang dilakukan oleh Technical Assisstance (TA). Tim TA ini dimotori oleh Center for Micro and Small Enterprise Dynamics (CEMSED) Universitas Satya Wacana. Tim ini telah melakukan survey, pelatihan, workshop terhadap UKM di daerah-daerah, menciptakan jaringan dengan seluruh pihak terkait UKM termasuk Pemerintah Daerah, serta membuat daftar Peraturan Daerah yang perlu untuk diperbaiki.
Langkah yang Dapat Ditempuh Untuk Melakukan Pengutan Internal dan Eksternal Usaha Mikro
Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UMKM dan langkah-langkah yang selama ini telah ditempuh, maka kedepannya, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:
1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Pemerintah perlu
mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan
ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan
usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan
Pemerintah perlu
memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi
UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa
finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan
dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) yang ada maupun non bank.
Lembaga Keuangan
Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).Sampai
saat ini, BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia.
Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk
itu perlu mendorong pengembangan LKM agar dapat berjalan dengan baik, karena
selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
3. Perlindungan Usaha
Jenis-jenis
usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan
ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui
undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling
menguntungkan win-win solution.
4. Pengembangan
Kemitraan
Perlu dikembangkan
kemitraan yang saling membantu antar UKM, atau antara UKM dengan pengusaha
besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya
monopoli dalam usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan
pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian, UKM akan mempunyai
kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun
luar negeri.
5. Pelatihan
Pemerintah perlu
meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen,
administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya.
Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di
lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6. Membentuk Lembaga Khusus
Perlu dibangun
suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua
kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UMKM dan juga berfungsi
untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun
eksternal yang dihadapi oleh UMKM.
7. Memantapkan Asosiasi
Asosiasi yang
telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam
pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan
usaha bagi anggotanya.
8. Mengembangkan Promosi
Guna lebih
mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media
khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu,
perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.
9. Mengembangkan Kerjasama yang Setara
Perlu adanya
kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha
(UMKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan
perkembangan usaha.
10. Mengembangkan Sarana dan Prasarana
Perlu adanya
pengalokasian tempat usaha bagi UKM di tempat-tempat yang strategis sehingga
dapat menambah potensi berkembang bagi UKM tersebut
aneuk manajemen harus tau niiii....